Bank Century : Bank Kecil yang Mendapat Perlakuan Besar

Beberapa bulan terakhir, hampir semua media menempatkan Kasus Century sebagai berita utamanya. Ribut-ribut tentang pengucuran dana penyelamatan Bank Century terus berlanjut walaupun Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berulang kali mengatakan bahwa penyelamatan terhadap bank kecil itu telah sesuai dengan peraturan.
Kasus itu menjadi perhatian utama media dan publik karena Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank Indonesia, padahal dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun. Misteri itulah yang ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap bank.
Tidak hanya KPK, DPR pun meminta BPK mengaudit proses bailout tersebut. Langkah itu ditempuh karena sebelumnya DPR pada 18 Desember 2008 telah menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) sebagai payung hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha bernama Robert Tantular itu.
Kasus Bank Century telah memperlihatkan kepada kita bahwa ada bank kecil yang mendapatkan dukungan besar dari otoritas keuangan dan bank sentral. Pertanyaannya adalah semangat apakah yang ada dibelakangnya?
Argumentasi yang muncul dari pihak berwenang sejauh ini adalah bahwa proses penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam UU LPS dan perintah dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Dijelaskan pula bahwa pembiayaan yang dikeluarkan LPS untuk menyelamatkan Bank Century berasal dari kekayaan LPS, bukan uang negara.
Saat likuidasi Bank Century, terdapat 23 bank yang masuk pengawasan BI. Dan pengambilalihan itu bertujuan memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk mencegah rush yang bila dibiarkan, akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
Terlepas dari argumen pemerintah, BI, dan LPS, yang harus diuji kebenarannya, kasus Bank Century dalam level tertentu diperkeruh oleh isu transparansi yang dipertanyakan banyak kalangan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan tegas menyatakan, ia sama sekali tidak tahu tentang proses bailout bank tersebut karena tidak pernah mendapatkan laporan dari Sri Mulyani saat kebijakan itu diambil. Suatu hal yang amat aneh, seorang wakil presiden yang selama ini dikenal sebagai driving force dalam kebijakan ekonomi tidak mengetahui dan tidak dilapori. Ketidaktahuan Wapres menjadi bukti bahwa transparansi menjadi persoalan serius yang harus dituntaskan dalam isu bailout ini.
Kasus Bank Century juga tidak terlepas dari isu tidak sedap mengenai dugaan keterlibatan petinggi kepolisian. Beberapa petinggi kepolisian sempat dikaitkan dengan persoalan di Bank Century, yaitu npada saat muncul sebuah polemik tentang cicak versus buaya antara kepolisian dan KPK. Ini juga menjadi tanda tanya tersendiri yang harus diungkap. Ada pula isu bahwa penyelamatan Bank Century dilakukan semata untuk menyelamatkan dana nasabah tertentu. Masih banyak misteri yang melingkupi kasus penyelamatan Bank Century. Karena itu, audit investigasi BPK harus dilakukan dengan tuntas. Jangan sampai ada penumpang gelap yang bermain dengan mengatasnamakan penyelamatan ekonomi nasional.
Pertanyaan yang amat mengganggu bukanlah pada alasan mengapa Bank Century harus diselamatkan. Namun, pada mengapa untuk sebuah bank kecil dengan aset yang juga kecil harus dikucurkan dana yang begitu besar? Apalagi pemilik bank itu sedang terlibat kasus pidana penggelapan uang nasabahnya.
Kita sungguh sangat prihatin, apakah semua kejahatan pidana pemilik bank harus ditanggulangi negara? Pemilik bank yang melarikan uang nasabahnya, tapi rakyat pembayar pajak yang harus menggantinya. Sungguh, suatu ketidakadilan yang dipertontonkan secara telanjang di depan mata rakyat.

~ by satriopati on January 15, 2010.

Leave a comment